Sabtu, 13 Februari 2010

Mulid Nabi

Cinta Rasulullah SAW

Sebuah Refleksi Keimanan yang Tangguh

By Moh. Subhan

Abstraksi

Begitu tinggi kedudukan Nabi Nabi Muhammad saw di hadapan umat Islam, sehingga momen-momen penting dalam kehidupannya selalu dikenang, dirayakan, dan diperingati. Mulai dari kelahirannya, pengangkatannya sebagai Rasul, pendakian spiritualnya yang tak tepermaknai berupa isra’-mi`raj hingga migrasinya dari Mekah ke Madinah. Kelahiran Nabi Muhammad saw. tidak bermakna apa-apa, seandainya beliau tidak diangkat sebagai nabi dan rasul Allah yang bertugas untuk menyampaikan wahyu kepada umat manusia agar mereka mau diatur dengan aturan apa saja yang datangnya dari Allah.

Kehadiran Nabi Muhammad saw ke dunia nyata dianggap sebagai pertanda kehidupan baru (rahmat) bagi umat manusia. Sebab, dengan lahirnya beliau terjadi perubahan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Keberhasilan Beliau dalam melakukan transformasi dan reformasi terhadap masyarakat Arab Jahiliyah dalam waktu yang relatif tidak terlepas dari peran-peran sosial semasa hidupnya, di samping peran wahyu yang dibawanya. Selain sifat-sifat yang positif yang terdapat pada dirinya, keberadaan wahyu Al Qur'an turut memberi kontribusi pada munculnya legitimasi sosial dari masyarakatnya, sehingga Muhammad dianggap sebagai tokoh yang pantas untuk diikuti, meski melawan arus budaya yang telah ada secara turun-temurun. Terjadinya pergeseran sikap dari sebagian masyarakat terhadap Nabi, seperti anak-anak muda, yang lebih mengidolakan para selebritis daripada Nabi Muhammad perlu disikapi dengan bijak dan dewasa.

Mengenal lebih akrab sosok Rasulullah

Dr. Ahmad Muhammad al-Hufy sebelum menulis kitab; “Min akhlak an-Nabiy” beliau bertutur penuh kerendahan hati, “Ya, Rasulullah, junjunganku! Apakah kata-kata yang tak berdaya ini mampu mengungkapkan ketinggian dan keluhuranmu? Apakah penaku yang tumpul ini dapat menggambarkan budi pekertimu yang mulia? Bagaimana mungkin setetes air akan sanggup melukiskan samudera yang luas? Bagaimana mungkin sebutir pasir akan mampu menggambarkan gunung yang tinggi? Bagaimana mungkin sepercik cahaya akan dapat bercerita tentang matahari? Sejauh yang dapat dicapai oleh sebuah pena, hanyalah isyarat tentang keluhuran martabatmu, kedudukanmu yang tinggi, dan singgasanamu yang agung.”

Rasulullah adalah sosok yang agung, mulia dan bermartabat tinggi. Ketika sahabat Ali bin Abi Thalib ra ditanya oleh seseorang dari kalangan Yahudi tentang akhlak Nabi. Apa reaksi Ali? Beliau malah balik bertanya, “Lukiskan keindahan dunia ini, dan aku akan gambarkan kepada Anda tentang akhlak Nabi Muhammad saw.” Lelaki Yahudi itu berkata, “Tidak mudah bagiku untuk melukiskan keindahan dunia.” Ali menukas, “Engkau tidak mampu melukiskan keindahan dunia, padahal Allah telah menyaksikan betapa kecilnya dunia, dalam firman-Nya surat an-Nisa; 77: Katakan, keindahan dunia itu kecil

Begitu luhur dan agung pribadi Rasulullah sampai Allah berfirman dalam al-Qur'an:

Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas khuluq yang agung. (al-Qalam: 4).

Di dalam tafsirnya, Imam Jalalin menyatakan bahwa kata khuluq dalam ayat di atas bermakna dîn; agama, jalan hidup. (Lihat: Tafsîr Jalâlayn, 1/758). Dengan demikian, ayat di atas bisa dimaknai: Sesungguhnya engkau berada di atas agama/jalan hidup yang agung. Tegasnya, menurut Imam Ibn Katsir, dengan mengutip pendapat Ibn Abbas, ayat itu bermakna: Sesungguhnya engkau berada di atas agama/jalan hidup yang agung, yakni Islam (Lihat: Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr, 4/403). Ibn Katsir lalu mengaitkan ayat ini dengan sebuah hadis yang meriwayatkan bahwa Aisyah pernah ditanya oleh Sa’ad bin Hisyam mengenai akhlak Nabi saw. Aisyah lalu menjawab:

كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ

Sesungguhnya akhlaknya adalah al-Qur'an. (HR Ahmad).

Orang beriman menghayati dan memahami bahwa beliau adalah teladan utama, karena memiliki akhlak amat mulia. Beliau senantiasa melalui detik-detik kehidupannya dalam dzikir dan fikir. Peribadahannya di malam hari tiada tandingannya, hingga dikabarkan kaki beliau pernah bengkak karena begitu lamanya beliau berdiri dalam sholat. Jika tidak dalam keadaan berdzikir secara lisan, maka beliau pasti tengah memikirkan nasib ummatnya. Tiada hari beliau lewatkan kecuali memberikan kebaikan kepada orang lain. Beliau amat ramah, pemurah, rendah hati dan penuh perhatian membuat orang-orang amat senang berada di dekatnya. Beliau amat pemberani dalam kebenaran serta amat penyabar dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan da'wah. Ini membuat orang-orang di sekitar beliau merasa aman dan bersemangat untuk mengembangkan dan menyebarkan agama Islam. Beliau mengajarkan apa arti sukses hakiki kehidupan di dunia dan beliau menjanjikan kebahagiaan amat besar di akhirat kelak bagi mereka yang taat pada aturan agama. Ajaran-ajaran ini menjadi energi abadi bagi siapapun yang melangkahkan kaki mengikuti jejak beliau dalam berda'wah mengusung risalah Ilahi.

Sebagai satu ilustrasi terdapat sebuah kisah yang menarik untk kita jadikan sebagai refleksi atas kehidupan kita. Pribadi luhur dan pelayanan yang ihlas Rasulullah telah meluluhkan pengemis tua yang selalu mencaci makinya. Alkisah, Di sudut pasar Madinah al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya". Setiap pagi Rasulullah saw mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah saw menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah saw melakukannya hingga menjelang Beliau wafat. Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.

Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.a. Beliau bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah r.a menjawab pertanyaan ayahnya, "Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah Itu?", tanya Abubakar r.a. Setiap pagi Rasulullah saw selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata Aisyah r.a.

Ke esokan harinya Abubakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "siapakah kamu ?". Abubakar r.a menjawab, "aku orang yang biasa". "Bukan !, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri", pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah saw. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abubakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, menfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia. Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar r.a.

Menjadikan Rasulullah sebagai idola

Pengenalan yang mendalam terhadap pribadi Rasulullah dan misi yang diajarkan akan melahirkan cinta mendalam kepadanya. Hal ini akan menjadi pintu gerbang bagi seorang muslim merasakan manisnya keimanan (halawatul iman), sebab ketika kecintaan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaan kepada apapun, mereka akan merasakan manisnya iman.

Perwujudan dari rasa cinta kepada Rasulullah adalah banyak menyebutnya, mengikuti sunnahnya, meneladani perilaku dan mengamalkan ajarannya dengan cara mengamalkan seluruh isi al-Quran dan hadits, yang tidak hanya menyangkut ibadah ritual dan akhlak saja, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Artinya, kaum Muslim dituntut untuk mengikuti dan meneladani Nabi Muhammad saw. dalam seluruh perilakunya: mulai dari akidah dan ibadahnya; makanan/minuman, pakaian, dan akhlaknya; hingga berbagai muamalah yang dilakukannya seperti dalam bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hukum, dan pemerintahan.

Para sahabat tanpa diragukan lagi adalah orang terdepan dalam perealisasian kecintaan mereka kepada Rasulullah. Mereka rela berkorban harta bahkan jiwa mereka untuk keselamatan Rasulullah. Mengapa????? Sebab cinta dan kasih sayang merupakan buah dari perkenalan yang mendalam, dan para sahabat merupakan orang yang paling mengenal dan paling mengetahui kedudukan Rasulullah saw, orang-orang yang merasakan kasih sayang, empati, pembelaan secara kongkrit langsung dari Rasulullah bukan verbalis. maka tidak mengherankan jika cinta mereka kepada Beliau jauh lebih besar dan lebih mendalam dibandingkan kecintaan orang-orang yang dating sesudah mereka.

Di antara bukti perkataan di atas, adalah suatu kejadian yang terekam dalam sejarah yaitu: Perbincangan yang terjadi antara Abu Sufyan bin Harb --sebelum ia masuk Islam-- dengan sahabat Zaid bin ad-Datsinah, ketika ia tertawan oleh kaum musyrikin lantas dikeluarkan oleh penduduk Mekkah dari tanah haram untuk dibunuh. Abu Sufyan berkata, "Ya Zaid, maukah posisi kamu sekarang digantikan oleh Muhammad dan kami penggal lehernya, kemudian engkau kami bebaskan kembali ke keluargamu?" Serta merta Zaid menimpali, "Demi Allah, aku sama sekali tidak rela jika Muhammad sekarang berada di rumahnya tertusuk sebuah duri, dalam keadaan aku berada di rumahku bersama keluargaku!!!" Maka Abu Sufyan pun berkata, "Tidak pernah aku mendapatkan seseorang mencintai orang lain seperti cintanya para sahabat Muhammad kepada Muhammad!" (al-Bidayah wa an-Nihayah, karya Ibnu Katsir,V/505).

Persoalan yang muncul adalah bagaimana dengan generasi sekarang yang tidak secara langsung bertemu dan merasakan pribadi luhur Rasulullah. Para tokoh agama yang seharusnya dapat dijadikan sebagai referensi kongkrit dari ajaran Rasulullah (intermediary forces), sekaligus sebagai agen yang mampu menyeleksi dan mengarahkan nilai-nilai budaya yang akan memberdayakan masyarakat ternyata sudah banyak yang menyimpang tergerus oleh budaya hedonis dan matrialis--walaupun tidak dapat dikatakan semuanya--. Bagi kaum santri dan para ustadz mungkin Rasulullah dengan pribadi yang agung dan luhur sudah tidak asing lagi. Tetapi, realita di masyarakat masih banyak kaum muslimin yang tidak mengenal tentang Rasulullah saw secara mendalam. Kecuali beberapa informasi yang umum seperti nama orangtua, tahun kelahirannya dan sedikit tentang akhlaknya. Tapi, kepribadian luhur dan kehidupan sederhana beliau, perjuangan menegakkan Islam mereka tidak banyak tahu. Bahkan mungkin di sebagian masyarakat malah ada yang tidak mau tahu. Sebab bagaimanapun kata pujangga "TAK KENAL MAKA TAK SAYANG" masih relevan dalam hal ini.

Jika sekarang para ABG lebih cinta dan mengidolakan selebritis daripada Rasulullah, lebih kenal Lunna Maya, Ariel Peterpan dan lebih suka bersenandung dengan syair "bangun lagi" karya mbah Surib daripada sholawat, jangan serta merta kita menjustifikasi dan mengatakan: KAFIR, MURTAD, TIDAK ISLAMI, dsb. Tetapi, bagaimana seharusnya kita menyikapinya persoalan ini secara dewasa dan bijak. Sebagaimana sikap Rasulullah ketika menghadapi usulan orang-orang kafir agar tidak meletakkan status Rasulullah pada nama Muhammad di piagam Madinah.

Dalam persepsi saya, hal tersebut terjadi karena para ABG atau sebagian kaum muslimin kurang kenal dan akrab sama Rasulullah, baik sebagai pribadi maupun Rasul Allah. Padahal jika mereka mengenal apalagi akrab dengan pribadi Rasul, saya yakin dengan haqqul yakin mereka akan meninggalkan tokoh idola yang selama ini mereka sanjung dan agungkan. Mereka mengidolakan kaum selebritis bukan karena keagungan pribadinya, karakter dan perjuangannya, sebagaimana yang dilakukan para sahabat Nabi, tetapi lebih karena adanya persamaan karakter dan seringnya mereka muncul di televisi. Stasiun televisi mengemas acara selebritis sedemikian rupa, sampai-sampai acara yang kita anggap biasa dan tak layak jadi berita, menjadi berita dan acara yang WACGH,…, bagi kaum selebritis. Sabagai sampel, kita sering menyaksikan berita seputar infotainment, misalnya: Luna Maya balik lagi ke Ariel, Ayu Azhari sedang ulang tahun, koleksi sepatu nycita, Pasha Ungu aniaya istri, Presiden Amrik Barack Obama kepalanya ketiban papan penggilasan, itu bakal jadi berita besar di Koran, majalah sampai ke stasiun TV. Apalagi diliput CNN, bisa geger seluruh dunia. Berita kecil apapun tentang mereka acapkali menjadi heboh. Coba perhatikan berapa berapa banyak majalah, tabloid dan acara di TV yang memuat berita tentang para selebritis?

Sementara sosok Rasulullah disamping tidak pernah mereka saksikan secara langsung, para tokoh agama juga kurang mempopulerkan akhlak pribadi Rasulullah dalam kehidupan riel. Di samping itu event-event yang terkait dengan peringatan Rasulullah (maulid Nabi, Isra' Mi'raj, Tahun Baru Hijriyah) baik yang ditayangkan stasiun TV atau di tempay lain akhir-akhir ini hanya sampai pada batas simbolis dan formalistik, kurang menyentuh aspek substansi. Hal inilah yang menjadi sebab kurang populernya Rasulullah di sebagian masyarakat.

Padahal kalau kita mau jujur membandingkan sosok Rasulullah dengan kaum selebritis, dari segi kepribadiannya, ketokohannya dan peranan di masyarakat atau apapun bentuknya sangatlah jauh. Bahkan penulis buku Seratus Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia, Michael Hart, menyebutkan, “Dia (Muhammad saw) adalah orang yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan manusia lebih dari Newton dan Yesus atau siapapun di dunia ini.” Ini Keren banget kan?

Rasulullah adalah orang yang sangat kaya (konglomerat) pada zamannya, sampai-sampai maharnya untuk Khodijah adalah 100 ekor unta, tetapi kehidupan sehari-harinya amat sederhana. Berbeda dengan kehidupan kaum selebritis yang glamour, boros, penuh kepura-puraan, mementingkan penampilan dhahir daripada bathinnya. Pribadi Rasulullah adalah santun, penuh dengan keramahan dan kemaafan bagi siapa saja yang berbuat salah, banyak musuh-musuhnya yang mengagumi keluhuran budi pekertinya, sehingga secara ihlas mereka mengikuti risalahnya, berbeda dengan sikap dan karakter kaum selebritis yang temperamental, dendam dan urakan. Masihkah kita akan mengidolakan mereka dengan mengenyampingkan tokoh idola yang sejati "MUHAMMAD RASULULLAH SAW".

Refleksi bagi umat Islam

Kejadian pelecehan terhadap Nabi Muhammad saw di Denmark dan beberapa negara lain seolah menjadi teguran bagi umat Islam untuk kembali menyegarkan kecintaan mereka kepada Nabi. Proses menuju puncak kecintaan terhadap Nabi memang mesti beriringan dengan pembelaan dan dukungan pada misi yang dibawa Nabi serta mengikuti ajaran al- Quran dan hadits-nya. Sebagaimana difirmankan Allah dalam surat al-A'raf; 157:

šúïÏ%©!$$sù (#qãZtB#uä ¾ÏmÎ/ çnrâ¨tãur çnrã|ÁtRur (#qãèt7¨?$#ur uqZ9$# üÏ%©!$# tAÌRé& ÿ¼çmyètB y7Í´¯»s9'ré& ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$#

Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS al A'raf:157).

Mengingat pentingnya masalah kecintaan terhadap Rasulullah ini, layaklah kalau Forum Persatuan Ulama Islam Internasional yang berada di bawah kepemimpinan DR. Yusuf Qardhawi, mengajak seluruh khatib, para ulama, para da'i di seluruh dunia, untuk menjadikan hari Jum'at 4 Muharram 1427 H yang bertepatan dengan 3 Februari 2006 lalu, sebagai "Hari Mencintai Rasul" dan menjadi solidaritas terhadap penghinaan Rasulullah saw oleh sejumlah media massa. Kemudian sebagai negara dengan mayoritas penduduknya umat Islam, wajar pulalah kalau pemerintah Indonesia lewat Departemen Luar Negeri meminta klarifikasi diplomatik dengan tegas terhadap negara-negara yang secara sengaja menyebarkan kartun pelecehan Nabi itu. Bagi negeri-negeri muslim, momentum ini mestinya menjadi momentum konsolidasi untuk memperkuat diri, membangun ' izzah (kemuliaan) umat Islam sedunia.

Sebagai catatan akhir, sebetulnya proses mencintai Rasul sendiri mesti menjadi hari-hari kehidupan umat Islam, sebab proses mencintai beliau adalah proses menuju kesempurnaan iman dan menjadi parameter keimanan itu sendiri. Bahkan seorang sahabat besar seperti Umar bin Khattab ra pernah berkata di hadapan Nabi, "Ya Rasulullah, sungguh engkau aku cintai daripada apapun juga, kecuali kecintaanku kepada diriku sendiri." Maka Nabi Muhammad mengatakan, "Tidak beriman salah satu dari kalian, sampai mencintai aku lebih daripada mencintai dirinya sendiri." Umar pun lekas menanggapi, "Maka engkau sekarang Demi Allah- lebih aku cintai daripada diriku sendiri!" (HR Imam Bukhari).

Referensi

Abdul Baqi, Muhammad Fuad, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim

Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah, Jakarta

Asy-Syabrawi Asy-Syafi’I, al-Ittihāf bi Hubbil Asyrāf

Al-Imam Al-Muzhaffar; Dalā`ilus Shidq

Al-Alusi, Rūhul Ma’ānī

Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr

Imam Muslim, Shahih Muslim

Isa Al-Halabi; Syarah An-Nawawi

Jalalain, Tafsîr Jalâlayn

Ninian Smart, The World's Relegions: Old Traditions and Modern Transformations, Melbourne

Tidak ada komentar: